· Upaya Memperkuat Mutu Pendidikan
“Kalau kita bisa menunjuk diri kita sebagai pemimpin, kenapa harus menunggu di tunjuk orang lain “. Begitulah bunyi salah satu kata-kata motivator leadership yang pernah saya baca. Meski terkesan sederhana, namun tentu mengandung makna yang dalam. Betapa, bahwa kerja-kerja kemepimpinan mestinya bisa dimulai dan dilakukan setiap orang tanpa harus memiliki status jabatan atau di menunggu ditunjuk orang lain, baru menjadi pemimpin.
Lalu apa Kaitannya dengan sekolah dan mutu pendidikan?. Idealnya, sekolah
sebagai organisasi mampu mendorong pola dan iklim kepemimpinan ideal seperti
ini dan pada akhirnya, semua potensi dan kekuatan SDM mampu bergerak bersama
sesuai peran dan fungsinya mencapai visi dan mutu sekolah yang diidealkan. jika
hal ini terjadi secara kumulatif, maka otomatis mutu pendidikan akan meningkat.
Faktanya? belum sepenuhnya menggembirakan. Acapkali, kepemimpinan sekolah
masih banyak diwarnai arena-arena perebutan jabatan. Bahkan, setiap kali jelang
mutasi jabatan, pergantian kepala sekolah selalu berhembus aroma politis,
nepotis dan mungkin saja ‘setoran’.
Akibatnya, praktek kepemimpinan kepala sekolah berjalan atas nalar
kekuasaan, bukan berada dalam rel idealita leadership dalam membangun mutu
sekolah. Kebijakan-kebijakan sekolah banyak dilakukan dengan roda instruktif
yang tak sedikit justru menimbulkan konflik antar sesama di internal sekolah.
baik antara kepala sekolah dengan guru, kepala sekolah dengan staf, guru dengan
guru dan sebagainya.
Di pihak lain, banyak juga kepala sekolah masih merasa susah menggerakkan
SDM nya untuk menggapai cita-cita sekolah menuju mutu. Banyak kepala sekolah
yang memiliki visi dan misi ideal, namun tidak mampu menjalankannya, akibat tak
bergeraknya semua potensi dan SDM yang ada. Kondisi ini memaksa sang kepala
sekolah menjadi aktor tunggal dan single
fighter dalam menyelesaikan semua
pekerjaan sekolah, mulai merancang jadwal, menyusun program, menyelesaikan
pekerjaan-pekerjaan administratif, membuat laporan san seterusnya. al hasil,
semua pekerjaan menumpuk di tangan sang kepala sekolah.
Sementara itu, guru, staf dan tenaga kependidikan lainnya kemudian terbiasa
dengan pola-pola kerja instruktif. Mereka bekerja jika ada perintah kepala atau
setidaknya berkata “kan..gak ada
perintah!”, atau berkata : “gak usah
repot-repot..toh, tidak berpengaruh..”.
Mereka mengalami penurunan daya kerja, inisiatif, kreativitas dan
kepercayaan diri bahwa merekalah yang mestinya berperan dalam mengawal mutu
sekolah. Akibat lebih jauh, mereka akan selalu menghindar dari tantangan-tangan
kerja penguatan mutu sekolah dah selalu berdalih : “..yang lain sajalah, saya tidak mampu dan belum berpengalaman..”.
Intinya, pola-pola kepemimpinan sekolah yang tidak berjalan secara efektif
akan mempengaruhi dan menurunkan daya pengaruh kepala sekolah, daya kepatuhan
dan daya kemampuan guru, staf dan semua orang-orang di dalamnya. Jika hal ini
terjadi, maka bisa dipastikan, penguatan mutu sekolah menjadi terabaikan dan terjaga.
pengaruhnya, ibarat benang kusut yang sulit di lerai dan mengurainya menjadi
pekerjaan menjadi sangat melelahkan sekaligus melemahkan siapapun pelakunya.
untuk itu, membangun pemahaman dan menerapkan kepemimpinan yang efektif
harus menjadi perhatian banyak pihak, khususnya internal sekolah. bukan saja
kepala sekolah yang memang memegang jabatan ‘pemimpin’ , tetapi juga segenap
guru, staf, tenaga kependidikan, komite, bahkan instansi pendidikan. sebab pada
dasarnya, setiap orang adalah pemimpin dan bisa menjalankan fungsi
kepemimpinannya apapun status dan perannya. jika efektifitas kepemimpinan bisa
berjalan lebih kuat, saya yakin dengan sendirinya mutu sekolah akan lebih
terjamin.
Memaknai Kepemimpinan Sekolah
Memaknai dan melihat sebuah fenomena kepemimpinan yang terjadi dalam
sebuah organisasi, khususnya sekolah sebenarnya relatif sederhana dan mudah.
Fenomena kemepimpinan dapat diamati dalam konteks interaksi antar orang yang
terjadi dalam lingkungan sekolah itu sendiri, baik dalam batas formal maupun
informal. Tanggung jawab, kebersamaan, antusiasme dan kerjasama menjadi
parameter apakah kepemimpinan berjalan efektif atau tidak diantara mereka.
Selain itu, fenomena
kepemimpinan yang terjadi di sekolah juga bisa dilihat, sejauhmana seorang leader sekolah tersebut memiliki kemampuan
dalam anggotanya untuk berprilaku sesuai dengan pengaruhnya. Jika pengaruhnya
positif, maka dapat dimaknai kepemimpinan sekolah tersebut efektif, demikian
sebaliknya.
Inilah standar
pertama dalam memaknai kepemimpinan sekolah. Daya pengaruh menjadi ukuran
apakah sang kepala sekolah dapat mendorong dan mengarahkan semua potensi dan
SDM berfikir dan berperilaku sesuai arahannya untuk sama-sama bergerak mencapai
visi sekolah dan mutu. Disinilah fungsi visioner dan keletadanan kepala sekolah
di uji.
Daya Pengaruh
kemudian akan menggerakkan daya kepatuhan. Daya kepatuhan adalah suatu kekuatan
dimana senegap anggota kelompok mengikuti arahan dan visi pemimpinnya. Semakin
kuat kepatuhan yang ditunjukkan, maka bisa disebut semakin efektif kepemimpinan
yang dijalankan. Namun, jika daya pengaruh tinggi tetapi daya kepatuhan rendah,
berarti terdapat faktor yang kurang tepat dalam menjalankan proses kepemimpinannnya.
Hal ini biasanya terjadi, jika pemimpinnya yang tidak visioner namun bergaya
sentralistik ataupun tidak mampu memberikan arahan kerja yang komprehensif dan
detail.
Standar ketiga
adalah daya kemampuan. Kepemimpinan sekolah yang efektif bisa dipastikan harus
mampu mendorong meningkatnya daya kemampuan anggota kelompoknya, baik kemampuan
personal tenaga pendidik dan tenaga kependidikannya maupun kemampuan mutu
secara kelembagaan. efektivitasnya akan mendorong personil sekolah untuk
berprestasi terus menerus dan terjadi iklim kompetisi sehat.
Hubungan ketiga
standar, yakni pengaruh, kepatuhan dan kemampuan bersifat integral dan saling
mempengaruhi. ketika ketika hal tersebut mampu dicapai maksimal, maka bisa
disebut kepemimpinan sekolah efektif dan kuat.
Kepemimpinan sebuah organisasi,
khususnya sekolah harus dipahami sebagai sesuatu yang tidak berjalan secara
alami, tetapi harus di tentukan dan dipilih. Demi efektifitasnya, kepemimpinan
di sekolah harus mampu diwujudkan secara selektif sebab akan sangat berpengaruh
terhadap capaian out put atau mutu pendidikan itu sendiri.
Hemat
saya, setidaknya terdapat empat kriteria untuk dapat menentukan kepemimpinan
sekolah yang efektif, yakni profesionalitas, kepribadian, gaya kerja dan
akuntabilitas.
Pertama, Profesionalitas. kepemimpinan sekolah akan efektif manakala setiap personil
mulai kepala sekolah, guru dan tenaga kependidikan lainnya bisa secara
bersama-sama memahami
tujuan Pendidikan, berpengetahuan Luas, memiliki
kemampuan Teknis, memiliki skill interaktif dan memiliki kemampuan konseptual-teknikal
manajemen sekolah.
Kedua, Kepribadian. Iklim kepemimpinan menuju mutu
pendidikan akan muncul manakala pengelola sekolah memiliki kepribadian yang
positif. Indikatornya antara lain : Ikhlas bekerja keras, percaya diri (self confidence), berani mengambil
resiko, bersemangat, Murah Hati, Peka sosial, kretaif dan berkarakter.
Ketiga, Gaya Kerja. Kriteria satu ini akan sangat
mempengaruhi iklim kerja di sekolah. Iklim kerja yang tidak efektif akan sangat
mempengaruhi capaian mutu sekolah menjadi tidak maksimal. indikatornya adalah
sejauhmana rencana-rencana program sekolah di jalankan lebih Konstruktif,
Kreatif Partisipatif, Kooperatif, Delegatif, Integratif, Rasional, dan Objektif.
Jika hal itu bisa menjadi gaya kerja atau bahkan budaya kerja, maka bisa
dipastikan kepemimpinan sekolah tersebut bisa berjalan efektif.
Keempat, akuntabilitas. Menjaga kepercayaan antar
sesama pengelola sekolah bukanlah suatu yang mudah. untuk itu, harus diciptakan
sistem akuntabilitas kerja yang berorientasi pada tanggung jawab terhadap Tugas
, Tanggung Jawab terhadap Hubungan Kerja dan Tanggung Jawab terhadap hasil yang
dicapai.
Dalam prespektif
leadership, keempat kriteria ini bukan saja terbatas dala menentukan kepala
sekolah sebagai pemimpin, tetapi sejogyanya, juga menjadi maidset semua
pengelola sekolah mulai kepala sekolah itu sendiri, guru maupun tenaga
kependidikan lainnya. Mengapa? sebab kepemimpinan sekolah bukanlah kerja
individual, tetapi bersifat kolektif dan sistemik. mewujudkannya adalah menjadi
tanggung jawab semua warga sekolah. Jayalah Pendidikan !
0 Komentar